.....Itu Akan Kami Lakukan Hanya Bagi Orang - Orang Yang Mencintai Negerinya Dan Menganggap Baik Apa Yang Kami Kerjakan.......

Kartu Undangan 1617
SAMUEL COSTER

Rabu, 24 Agustus 2011

"Jagung Titi " Tradisi mengolah pangan lokal ala Desa Waienga

Dari dalam pondok berukuran sekitar 2 x 3 meter  inilah Ina Shinta Ikeng (48 tahun) memulai aktivitas hariannya. Pondok kecil ini berfungsi sebagai tempat memasak sehari-hari (dapur), juga tempat untuk membuat “Jagung Titi“. Hampir setiap hari ia meniti jagung (menumbuk butiran jagung menjadi pipih seperti kripik). Seperti umumnya masyarakat di Desa Waienga Kabupaten Lembata, Ina Shinta Ikeng menggunakan peralatan yang sangat sederhana antara lain : periuk tanah kecil untuk menyangrai butiran jagung, batu ceper sebagai landasan untuk meniti dan batu berbentuk lonjong yang berfungsi sebagai penumbuk (titi).
jagung-titi11“Saya membuat jagung titi sejak kecil, keterampilan dan kemahiran membuat jagung titi didapat secara turun temurun”. Kata Ina Shinta Ikeng, ketika disambangi di pondok kecil di belakang rumahnya.
Untuk membuat jagung titi biasanya dilakukan pada subuh sampai menjelang pagi. Kegiatan ini dilakukan Ina Shinta Ikeng sebelum ke kebun. Proses pembuatan jagung titi dimulai dengan : Butiran-butiran jagung pipilan disangrai di dalam periuk tanah. Cukup menggunakan kayu bakar yang sedikit saja, agar jagung tidak cepat gosong. Setelah berwarna agak kekuningan atau sekitar 3 menit disangrai. Bila periuk tanah tadi terdengar berbunyi “kletek-kletek-kletek”, itu tandanya jagung sudah siap untuk dititi. 3 sampai 4 butir jagung diambil langsung dari periuk dengan menggunakan tangan tanpa alas, lalu diletakkan di atas batu landasan. Butiran jagung tadi ditumbuk (dititi) menggunakan batu lonjong seberat lebih kurang 2 kg. Diperlukan ketepatan waktu antara meletakkan butiran jagung dan menarik telapak tangan agar tidak terpukul. Dengan sekali titi saja, sudah jadilah ”Jagung Titi”.
Karolus Kewaman, Ketua Komite Ketahanan Pangan dan Gizi Desa Waienga menambahkan, “Bahan jagung titi diambil dari hasil panen kami sendiri, biasanya yang paling enak berasal dari Jagung Pulut, sedangkan agar proses menitinya lebih mudah, digunakan jagung yang tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua”.
jagung-titi31Lebih nikmat menyantap jagung titi dibarengi dengan “Lawar”, sejenis pangan yang berbahan utama ikan-ikan kecil (sejenis Ikan Teri segar) yang direndam beberapa menit di dalam cuka yang telah ditambahkan dengan cabe dan bawang. Dengan sendirinya ikan-ikan kecil ini akan melunak dan menjadi setengah matang. Mirip dengan salah satu jenis makanan ala “Jepang”.
Tapi bila ada yang mau mencoba menyantap “Jagung Titi” ini dengan Susu, pasti akan terasa lebih enak lagi.
jagung-titi21Jagung Titi ini tidak hanya untuk dikonsumsi sendiri, tetapi juga untuk dijual sebagai penambah penghasilan keluarga. Tidak sulit untuk memasarkan Jagung Titi ini, setidaknya itu diungkapkan oleh Bapak Barnabas (Kades Waienga) : “Masyarakat desa kami umumnya melakukan kebiasaan membuat jagung titi ini. Sebagian untuk konsumsi dan sebagian lagi untuk dijual. Tiga mangkuk plastik dihargai Rp. 10.000,-. Untuk keperluan konsumsi, masyarakat meniti jagung bila dianggap persediaan sudah habis, selain itu masyarakat Desa Waienga juga akan meniti bilamana ada pesanan”.
Pola pemasaran yang dilakukan masih sangat sederhana. Biasanya jagung titi dijual kepada pemesan di sekitar desa atau di pasar lokal (setempat). Umumnya masih dalam jumlah yang terbatas.
Setidaknya masih ada upaya masyarakat Desa Waienga untuk melestarikan pangan lokal. Karena mereka cukup menyadari bahwa pangan utama mereka sebenarnya bukanlah “Beras”. Suatu kearifan lokal yang membutuhkan dukungan pemangku kepentingan.
Kita patut memberikan apresiasi terhadap kearifan lokal ini ditengah-tengah modernisasi gencarnya promosi makanan siap saji dari luar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar