.....Itu Akan Kami Lakukan Hanya Bagi Orang - Orang Yang Mencintai Negerinya Dan Menganggap Baik Apa Yang Kami Kerjakan.......

Kartu Undangan 1617
SAMUEL COSTER

Rabu, 12 Januari 2011

ETIKA POLITIK : Catatan untuk para calon Bupati Lembata

Salah seorang filosof terbesar segala zaman adalah Plato.Ia hidup di Yunani, salah satu bangsa dari padanya Filsafat modern berasal, sekitar 500 tahun sebelum masehi. Ia adalah filosof pertama yang secara sistematik mengembangkan  filsafat dan etika politik.
Plato hidup di kota Athena yang pada waktu itu mengalami kekacauan besar dalam pemerintahannya. Plato akhirnya menyelidiki sumber kekacauan itu dan berhasil menemukan dua sumber utama kekacauan negeri itu. Yang Pertama adalah Inkompetensi para politisi untuk memerintah sebuah negara. Mereka tidak memiliki keahlian dan wawasan yang diperlukan untuk itu. Kedua, para politisi terpecah-belah kedalam kelompok-kelompok yang saling memusuhi karena mereka masing-masing hanya mencari kepentingan mereka sendiri.
Sebagai jawaban Plato melalui argumentasinya menuntut agar mereka yang akan menjadi politisi mendapat suatu pendidikan khusus. Mereka harus dididik sedemikian rupa hingga tidak memiliki kepentingan pribadi lagi sehingga dapat mengabdikan diri kepada kepentingan umum seratus persen. Sedangkan pimpinan negara harus dipilih diantara para filosof karena hanya merekalah memiliki kebijaksanaan hakiki dan  mampu mengetahui  apa yang dituntut untuk memimimpin negara secara berkeadilan.
Konsepsi Plato ini kemudian di kritik secara tajam oleh muridnya: Aristoteles. Aristoteles menyangkal kecocokan para filosof untuk memimpin negara. Negara harus dipimpin oleh orang yang dekat dengan masyarakat, yang mempunyai kebijaksanaan praktis sehingga dapat bergulat dengan maslah-maslah praktis dan bukan dengan prinsip-prinsip abstrak seperti para filosof. Namun demikian dalam satu hal Plato dan Aristoteles sepaham: Para pemimpin harusnya orang yang beretika tinggi, atau dalam kata lain kita katakan bahwa seharusnya orang yang bertanggungjawab untuk menata masyarakat yang berkeadilan.
Situasi dan pengalaman menarik diatas, merupakan sebuah potret untuk kita refleksikan secara bersama dalam satu dekade pembangunan di Lembata, Kabupaten satu pulau ini.

Etika Politik Individual :
Tuntutan masyarakat untuk mempertanggungjawabkan penggunaan kekuasaan dapat diarahkan pada orang perorangan yang memegang kekuasaan.( dalam hal ini kita bicara soal tentang Etika Politik Individual ).
Tuntutan dasar etika politik idividual  ialah agar penguasa dalam segala apa yang dilakukannya menomorsatukan kepentingan umum terhadap kepentingan dirinya sendiri atau kepentingan sekelompok orang. Tugas yang diemban negara kepada penyelenggara negara adalah penyelenggaraan kesejahteraan umum. negara bukan sebuah usaha orang perorangan atau mewakili sekelompok orang dalam masyarakat yang mau memenangkan kepentingan-kepentingan mereka.Negara itu demi seluruh masyarakat. Negara bersifat umum. Oleh karena itu para Negarawan harus menomorsatukan kepentingan umum. Bahkan apabila mereka dipilih  sebagai calon sebuah kontestan pemilu maka mereka wajib untuk mengusahakan kesejahteraan seluruh masyarakat dan bukan hanya kesejahteraan mereka yang memilih mereka ( Konstituen ).
Kepentingan masyarakat harus dinjunjung tinggi diatas kepentingan keluarga dan kroni-kroninya. Sering keluarga dan kroni-kroninya mengharapkan agar anggotanya sudah berhasil menduduki jabatan penting dalam negara, membawa rejeki lebih banyak pulang kerumah dan agar Ia membantu supaya semua anggota keluarga dan kroni-kroninya mendapat pekerjaan dan terjamin secara material.Kalau memang demikian maka negarawan telah memberikan contoh yang buruk bagi seluruh masyarakat. Ia seharusnya melayani negara tanpa pamrih dan tidak boleh menggunakan kekuasaan untuk memperkaya diri dan kroni-kroninya.
Maka tuntutan etika politik individual adalah KEJUJURAN. Dari seorang pemimpin politik kita mengharapkan agar ia jujur. Jujur berarti: semata-mata mau melayani negara dan masyarakat. Hal itu berarti: ia tidak boleh Korup. Ia tidak boleh mamakai kekuaasaannya untuk memperkaya diri, untuk main kuasa,untuk mengusahakan segala macam kepentingan yang menguntungkan diri sendiri.
Dari sorang pemimpin memang dituntut agar ia bertanggungjawab atas tindakan-tindakannya. Agar ia tidak cuci tangan kalau ia mengambil keputusan yang merugikan masyarakat. Ia tidak akan melempar kesalahan pada para bawahan, melainkan sebaliknya merasa dan menyatakan diri sebagai yang bertanggung jawab  bahkan atas kesalahan-kesalahan yang sebenarnya merupakan tanggungjawab bawahan.

Etika Politik Struktural :
Dalam tataran pengamatan, obyek etika politik adalah kehidupan masyarakat dalam dimensi politik. Penataan masyarakat dalam dimensi politik mempunyai dua bentuk. Ada penataan yang normatif dan ada penataan yang efektif.
Penataan yang normatif menetapkan bagaimana seharusnya kehidupan masyarakat diatur dan berjalan. Penataan normatif itu adalah HUKUM. Karena hukum memberitahukan bagaimana kita harus bertindak, tetapi hukum sendiri tidak mempunyai kekuatan untuk betindak.Hukum itu mirip dengan papan di tengah rumput : " Dilarang Menginjak Rumput ". Kita tahu bahwa kita tidak boleh menginjak rumput itu ( itu segi  normatif ), tetapi papan itu tidak akan menghalang-halangi kita untuk menginjaknya kalau kita mau.Papan sendiri tidak dapat memukul kita kalau kita tidak taat.
Penataan  masyarakat yang efektif terjadi melalui kekuasaan negara. Negara secara efektif, berdasarkan kekuatan dan kekuasaannya dapat memastikan bagaimana kita, masyarakat bertindak dan bagaimana kita tidak bertindak. Dengan demikian maka HUKUM dan NEGARA  merupakan perangkat keras dalam Etika politik. Hukum tanpa Negara adalah Impoten, dan Negara tanpa hukum adalah Jahat. Pada titik ini jelaslah bahwa suatu masyarakat akan teratur dengan baik apabila Hukum dan Negara bersatu.Dengan demikian akan terbersit jelas bahwa " Kekuasaan Negara hanya dipergunakan dengan SAH apabila dipergunakan dalam batas-batas hukum yang berlaku "

Tanggungjawab Etis Terhadap Politik :
Diperhadapkan dengan kenyataan dan persoalan seperti telah di uraikan diatas, maka didalam praktek, didalam melaksanakan tanggung jawab politknya, biasanya orang lalu terpaksa bersikap dan berbuat secara pragmatis.Artinya, keputusan-keputusan yang hendak dibuat menjadi lebih didasarkan pada pertimbangan - pertimbangan prinsipial.Dengan kata lain, politik lalu lebih merupakan " seni untuk memperoleh apa yang masih dapat diperoleh". Politik menjadi usaha atau perjuangan untuk " mencapai keseimbangan  kekuatan-kekuatan " yang ada, yang berarti tak lain dari pada sekedar kompromi-kompromi, dimana tuntutan-tuntutan idealisme terpaksa harus di kurangi, atau amat dikurangi atau bahkan harus di lepas sama sekali.
Inilah kenyataan yang sering terjadi bahwa pragtisme dalam arti seperti diuraikan tadi, yang sebenarnya juga bisa berarti agnotisime etis, ( ketidak pedulian etis ), lalu dianggap dan diterima sebagai realisme yang sulit atau tak mungkin di elakan didalam politik.
Atas dasar itu semua kiranya menjadi jelas bahwa politik sebenarnya tidak dapat dan tidak boleh dipandang atau dianggap hanya sebagai permainan keseimbangan dan kekuatan-kekuatan semata.Tujuannya tidak berhenti disini tetapi harus lebih jauh dan lebih dalam lagi dari itu.
Selanjutnya dalam praktek kita sering harus barhadapan pula dengan ambiguitas-ambiguitas etis.Maksudnya, ada kalanya situasi atau keputusan yang harus dibuat itu mengimplikasikan terjadinya bentrokan dua macam  nilai yang sama-sama baik dan ingin diwujudkan akan tetapi salah satunya di penuhi sementara yang satunya di korbankan atau di abaikan, misalnya memilih kepentingan umum atau kepentingan individu, kebebasan atau disiplin dan sebagainya. Terhadap kasus seperti ini tentunya dibutuhkan pertimbangan-pertimbangan etis yang luas dan mendalam sebelum tiba pada penilaian dan keputusan akhir.
Setiap keputusan politik yang dibuat dan dilaksanakan pasti akan berpengaruh terhadap kehidupan dan nasib orang banyak di dalam masyarakat. Oleh karena itu maka politik dapat dikatakan turut membentuk dan menentukan sejarah.Berpolitik berarti ikut mempersiapkan sejarah dan masa depan. Dampak-dampak yang di timbulkan oleh perbuatan politik tidak hanya menyangkut generasi dan situasi kini, melainkan akan berkelanjutan terus sampai generasi dan situasi masa depan.Barang siapa berpolitik, ia harus mempunyai gambaran yang jelas mengenai masa depan yang ia inginkan dan hendak wujudkan melalui tindakan dan keputusan yang ia akan lakukan.Dan dalam hubungan ini sekali lagi pertimbangan dan kepekaan terhadap nilai-nilai dan norma-norma etis jelas dengan sendirinya amat diperlukan....Semoga kita tidak lagi mengulangi sejarah masa lampau seperti yang terjadi di Yunani negerinya Plato dan Aristoteles.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar